top of page
Search

PECAHNYA REVOLUSI PERANCIS PERANCIS PADA 1789

  • Writer: sejaraheropa
    sejaraheropa
  • Feb 5, 2015
  • 11 min read

PECAHNYA REVOLUSI PERANCIS PERANCIS PADA 1789

Oleh : Kelompok 3

Aprillia Ekawati (140731601825), Mochamad Sadewa (140731600618), Sayyidul Mala Muzaqi (140731604633)

Universitas Negeri Malang

Fakultas Ilmu Sejarah

Program Studi Pendidikan Sejarah

Abstrak

The French revolution began when the reformer in action and wanted a change to the better. With the advent of the French philosopher’s people lightening subvert the power of authoriries and of the results obtained by liberalization. The French system of Goverment held by the reformer pose some polemic, and eventually the revolution held by Napoleon and France back into an enlightened authoritarian countries

Kata kunci : Revolusi, kaum borjuis, kaum bangsawan


Perancis abad pertengahan yang dikuasai kaum bangsawan memecahkan pergolakan sehingga terjadinya revolusi perancis pada tahun 1789. Ketidakadilan hukum dalam bidang politik sebelum adanya revolusi membuka mata dan memunculkan masyarakat yang ingin kebebasan dan persamaan status sosial. Diatas reruntuhan tatanan lama yang didirikan berlandaskan hak hak istimewa dan depotisme, suatu era baru sedang terbentuk dan yang berjanji mewujudkan cita-cita pencerahan. Masyarakat pada golongan ketiga serentak ingin melakukan perubahan dan membuat lembaga dan berupaya menggulingkan kaum bangsawan.



PEMBAHASAN


Monarki absolut di dasarkan pada kepercayaan bahwa kekuasaan mutlak yang bersifat ilahiah, dan karena itu suci. Tuhan, bukan manusia, yang telah menganugerahkan kekuasaan itu kepada seorang raja. Kepercayaan inilah yang di namakan hak-hak ketuhanan raja dalam sejarah pemikiran politik barat. Secara historis, hak-hak keutuhan raja telah berkembang sejak abad pertengahan, atau mungkin jauh sebelumnya. Di masa itu doktrin hak keutuhan raja itu memperoleh pembenaran teologis dari ajaran-ajaran Alkitab sebagaimana Augustinus misalnya berpendapat bahwa semua bentuk kekuasaan sekuler maupun kekuasaan gereja berasal dari tuhan (Suhelmi, 2001:185)


Pada rezim lama sebelum adanya revolusi, masyarakat perancis dibagi menjadi tiga golongan atau tingkatan. Kaum imam merupakan golongan pertama, bangsawan menempati tingkatan kedua dan selebihnya menempati golongan ketiga. Pada tingkatan pertama hak-hak istimewa yang didapatkan penguasa kerajaan dan bangsawan juga didapatkan para pendeta yang menempati gereja katolik di perancis. Pada 1789 ketika revolusi mulai, banyak para pendeta bersimpati dengan orang-orang yang berpikran pembaruan dari tingkat ketiga. Kaum bangsawan yang juga mempunyai hak-hak istimewa seperti kaum imam sedikit demi sedikit muncul tokoh dari kaum bangsawan yang menjadi pencerah dan mendukung pembaruan seperti montesquieu, condorcet, d’holbach. Pada tingkatan ini juga terdapat kaum borjuis kaya yang mendapat gelar-gelar kebangsawanan dari membeli. Pada tingkatan ketiga inilah yang terdiri dari kaum borjuis, kaum petani dan para buruh mengawali revolusi.


Di golongan ketiga ini Para petani dituntut untuk menjaga bangunan di atas tanah majikannya, dalam keadaan baik dan membawa hasil panen ke pasar, ia mengemudikan kereta majikannya dan mengantarkan pesan-pesanannya. Ia juga menghabiskan beberapa tahun masa mudanya di kediaman majikannya sebagai salah satu pembantu rumah tangga. Meskipun demikian, mungkin saja seorang hamba menjadi pemilik tanah, sekalipun posisinya senantiasa di batasi. Ia harus mengolah tanah sesuai dengan cara-cara yang di tentukan sebelumnya, di bawah pengawasan sang majikan, dan tidak bisa meninggalkan ataupun tidak dapat menggadaikan tanpa izin. (tocqueville,1978:181). Kaum borjuis yang mendapat gelar kebangsawanan dari membeli mulai membuka jalan untuk liberalisasi, masuk kedalam sistem pemerintahan dan menjelang 1789, kaum borjuis menginginkan semua posisi di gereja, tentara dan negara harus terbuka. (perry, 2012:8)


Setiap hubungan antarmanusia berlaku prinsip liberte semua itu menumbuhkan kesadaran rakyat bahwa mereka bersama mempunyai hak dan yang sama atas negara serta mempunyai tanggung jawab yang sama pula. Oleh karena itu penguasa yang absolut harus ditumbangkan dan diganti yang demokratis, ajaran montesque bahwa perlu pembagian kekuasaan menjadi tiga, perlunya negara itu mempunyai dan mendasarkan diri pada konstitusi yang telah menyadarkan rakyat untuk bersama-sama memperjuangkan suatu negara yang berkonstitusi, pemerintah yang berdasarkan hukum. Tidak hanya itu, ide-ide john locke dan revolusi amerika serikat telah mengajarkan pada rakyat perlunya HAM. Semua itu telah mendorong revolusi untuk menumbangkan sistem lama atau rezim lama.(Adjisusilo, 2005:115)


Dibalik pemberontakan yang akan dilakukan oleh kaum borjuis kekacauan finansial juga menyumbang bagi kelemahan Rezim Lama. Pada saat Perancis diambang kebangkrutan, sejumlah menteri raja mengusulkan agar kaum bangsawan dan gereja menyerahkan sebagian potongan pajak mereka, tetapi golongan-golongan pemilik hak istimewa itu menolak. Bangsawan menolak dan mendirikan Estate General bermaksud melemahkan kekuasaan takhta. Bila sudah mengendalikan pemerintahan, mereka akan memperkenalkan pembaruan-pembaruan keuangan. Disaat itupun juga ada peran pencerahan dan Revolusi Amerika. Revolusi Amerika yang memberikan ungkapan praktis kepada filsafat liberal para pendukung Pencerahan, juga membantu merintis jalan bagi Revolusi Perancis. Amerikat Serikat menunjukkan bahwa suatu bangsa dapat dibangun berdasarkan prinsip bahwa kekuasaan yang berdaulat berasal dari rakyat.


Akhirnya, para revisionis berargumen bahwa kaum bangsawan feodal tidak merosot atau reaksioner seperti yang dituturkan catatan tradisional. Kaum bangsawan melawan para menteri pembaru karena mereka meragukan kemampuan suatu negara despotik dan tidak cakap untuk memecahkan krisis keuangan dan melihat kesempatan untuk menyelamatkan negara dari pengusaha otokratik. Tidak diragukan lagi ada sejumlah bangsawan yang secara egois ingin mempertahankan hak-hak istimewa mereka. Tetapi banyak juga yang bercita-cita mengabdi bagi kebaikan publik dengan melembagakan perubahan-perubahan struktural yang akan membebaskan bangsa dari penguasa despotik dan tidak cakap serta memperbaharui sistem keuangan dan administratifnya. Menurut para revisionis, keinginan untuk melembagakan perubahan-perubahan fundamental di dalam kehidupan politik Perancis inilah yang menyebabkan para bangsawan menekan diadakannya sidang Estate General.


Estate General bersidang di Versailles pada 5 Mei 1789, tetapi buntu karena persoalan prosedur. Berusaha untuk mengendalikan majelis, kaum bangsawan menuntut agar ketika Tingkatan mengikuti praktik rapat tradisional secara terpisah dan melakukan pemungutan suara sebagai badan tersendiri. Karena kedua golongan yang memliki hak istimewa kemungkinan besar akan bersatu, Tingkatan Ketiga pasti akan kalah suara, dua banding satu. Tetapi delegasi-delegasi dari Tingkatan Ketiga, tidak akan bersedia membiarkan kaum bangsawan dan kaum pendeta papan atas mendominasi Estate General, mengusulkan agar ketiga Tingkatan rapat sebagai satu badan dan memungut suara perkepala. Ada 610 delegasi dari Tingkatan Ketiga; kaum bangsawan dan kaum pendeta bersama-sama mempunyai jumlah yang setara. Karena Tingkatan Ketiga dapat mengandalkan dukungan dari para pendeta wilayah dan bangsawan liberal, dipastikan ia akan menjadi mayoritas jika semua golongan bertemu sekaligus.


Pada 17 Juni, Tingkatan Ketiga melakukan suatu gerakan revolusioner. Ia memproklamirkan diri sebagai Majelis Nasional. Pada 20 Juni, aula yang biasa untuk pertemuan terkunci (rupanya secara kebetulan), delegasi-delegasi Tingkatan Ketiga bergerak menuju lapangan tennis terdekat dan mengambil sumpah khidmat tidak akan bubar sampai suatu konstitusi dipersiapkan untuk Perancis. Louis XVI memerintahkan Majelis Nasional berpisah dalam golongan-golongan, tetapi Tingkatan Ketiga bertahan dengan kukuh. Kegigihan delegasi-delegasi dan aksi-aksi mengancam dari penduduk Paris yang mendukung Majelis Nasional memaksa Louis XVI menyerah. Pada 27 Juni, dia memerintahkan kaum bangsawan (sebagian sudah melakukannya) bergabung dengan Tingkatan Ketiga di dalam Majelis Nasional.

Tetapi kemenangan kaum borjuis belum aman, karena sebagian besar bangsawan belum bersedia bergabung dengan Majelis Nasional. Tampaknya Louis XVI, dipengaruhi oleh para bangsawan istana, bersikeras menggunakan kekuatan untuk melawan Majelis Nasional dan menghentikan revolusi yang baru dimulai. Pada titik ini, pemberontakan yang dilakukan rakyat biasa di Paris dan kaum petani di luar kota menyelamatkan Majelis Nasional dan menjamin kemenangan kekuatan pembaru. Pada Juli 1789, tingkat ketegangan di Paris tinggi karena tiga alasan. Pertama, pemanggilan Estate General telah menimbulkan harapan untuk pembaruan. Kedua, harga roti membumbung tinggi : pada Agustus 1788, seorang buruh di Paris menghabiska 50 persen pengahsilannya untuk roti; sementara pada Juli 1789 dia menghabiska 80 persen. Unsur ketiga dalam ketegangan itu ialah ketakutan terhadap komplotan bangsawan untuk menghancurkan Majelis Nasional. Khawatir kalau pasukan kerajaan akan membombardir dan merampas kota, penduduk Paris mencari senjata.(Perry, 2012:10-17)


Ketakutan melanda penduduk paris, Pada 14 Juli, delapan hingga sembilan ratus penduduk Paris berkumpul di depan Bastille, sebuah kubu yang digunakan sebagai penjara dan merupakan simbol hinaan depositisme kerajaan. “Serbuan Bastille ini diartikan rakyat menyerbu dan merombak pemerintahan Rezim Lama, karena Bastille merupakan lambang absolutisme” (laboratoriumjurusansejarah,2005:54). Mereka berkumpul terutama untuk mendapat mesiu dan untuk menyingkirkan meriam yang mengancam suatu distrik kelas-pekerja yang padat penduduk. Sewaktu ketegangan memuncak, penduduk Paris menggempur dan merebut Bastille. Jatuhnya Bastille mempunyai akibat-akibat yang luas : suatu simbol Rezim Lama telah jatuh; sejumlah bangsawan yang memusuhi Revolusi memutuskan lari meninggalkan negeri; raja yang ketakutan mengatakan kepada Majelis Nasional bahwa dia akan menarik pasukan yang mengepung Paris. Aksi revolusioner penduduk Paris secara langsung menyelamatkan Majelis Nasional dan juga revolusi berjoius. Tapi disisi lain ketakutan melanda para kaum pembantu, mereka mulai membakar rumah-rumah manor dan menghancurkan buku daftra yang memuat kewajiban-kewajiban mereka kepada para tuan. Lalu pada malam 4 Agustus, 1789, para bangsawan yang berusaha memulihkan ketenangan diluar kota menyerahkan hak-hak istimewa mereka : hak-hak ekslusif berburu, pengecualian pajak, monopoli untuk jabatan-jabatan tinggi, pengadilan manorial, dan hak untuk meminta layanan kerja paksa dari para petani. Hal itu memunculkan hasil pada 26 Agustus, konstitusi itu mengadopsi Deklarasi Hak-Hak manusia dan Warga Negara.(Perry, 2012:18)



bestille 2.jpg

Penyerbuan Bastille.(chaerolrizal.blogspot.com)


Louis XVI, bersikap dingin terhadap pembaruan ini, menunda persetujuannya terhadap dekrit Agustus dan Deklarasi Hak-Hak. Pada 5 Oktober 1789, pria dan wanita paris berbaris duabelas mil menuju Versailles untuk memprotes kurangnya roti kepada Majelis Nasional dan raja. Sadar bahwa dia tidak mempunyai kendali atas penduduk Paris dan sangat takut terhadap kekerasan lebih jauh, Louis XVI menyetujui Dekrit Agustus dan Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warga Negara.


Dengan melemahnya perlawanan, Majelis Nasional meneruskan usaha pembaruan yang dimulai pada musim panas 1789. “pada 2 Desember 1789 National Assembly mengeluarkan sebuah undang-undang lain yang menyatakan feodalisme secara resmi di bubarkan . muncul klaim bahwa tidak ada lagi hak istimewa satu golongan di atas golongan lain”(Saidi,2007:94). Pembaruan-pembaruan yang mereka lakukan yang mereka lakukan kemudian menghancurkan Rezim Lama, seperti :

  • Penghapusan hak-hak istimewa khusus

  • Pernyataan hak-hak asasi manusia

  • Subordinasi gereja atas negara

  • Konstitusi untuk Perancis

  • Pembaruan administratif dan yudisial

  • Bantuan untuk bisnis


Arah radikalisme Revolusi juga didorong oleh ketakpuasan sans-culottes pemilik toko kecil, tukang, dan pekerja upahan. Meskipun mereka telah memainkan suatu peran yang penting dalam Revolusi, khusunya dalam menggempur Bastille dan Hari-hari Oktober, mereka mendapat sedikit. Para sans culotte, kata sejarawan Perancis, Albert Soboul, “mulai menyadari bahwa hak istimewa berdasarkan kekayaan sedang menggantikan hak istimewa berdasarkan keturunan. Mereka meramalkan bahwa kaum borjuis akan menggantikan kaum bangsawan yang sudah tumbang sebagai kelas penguasa.Para sans culotte memperluas prinsip persamaan sehingga meliputi penyempitan jurang diantara kaum kaya dan kaum miskin. Untuk mengurangi ketaksamaan ekonomi, para sans culotte menuntut pajak yang lebih tinggi untuk yang kaya dan pembagi kembali tanah. Secara politis, mereka lebih menyukai republik demokratik yang memberikan suara kepada orang biasa.(Perry, 2012:18-21)


Juni 1791, Louis XVI dan keluarga kerajaan, pergi dengan menyamar, meninggalkan Paris ke Perancis bagian timur laut untuk bergabung dengan emigres (para bangsawan yang telah meninggalkan Perancis yang revolusioner dan sedang mengorganisasikan pasukan kontrarevolusioner) dan untuk mengumpulkan dukungan luar negeri melawan Revolusi. Kemudian pada 20 April 1792, takut bahwa Austria bermaksud menumbangkan Revolusi dan hasrat besar untuk menyebarkan cita-cita revolusioner, Perancis menyatakan perang terhadap Austria. Tak lama setelah itu 10 Agustus 1792, penduduk Paris yang marah dan milisi dari kota-kota lain menyerang istana raja, membunuh beberapa ratus para pengawal berkebangsaan Swiss.


Gerakan revolusi perancis dilanjutkan pada 21-23 September, Konvensi Nasional (badan pembuat hukum yang baru) menghapuskan monarki dan mendirikan republik. Pada Desember 1792, Louis XVI diadili, pada Januari 1793 dia dihukum mati karena berkomplot melawan kemerdekaan rakyat Perancis. Menjelang awal 1793, pasukan Perancis menyerbu Belgia (yang kemudian menjadi bagian dari Kekaisaran Austria), Rhineland Jerman, dan provinsi Sardinia di Nice dan Savoy. Kepada rakyat Eropa, Konvemsi Nasional mengumumkan secara resmi bahwa ia sedang menjalankan perang salib melawan hak istimewa dan tirani, melawan kaum bangsawan dan para pangeran.


Pemberontakan kontrarevolusi menghancurkan lebih jauh republik yang masuh muda itu. Di Vendee, Perancis bagian barat, para petani yang sedang memprotes melawan pemajakan dan wajib militer masih setia kepada pendeta dan tradisi Katolik mereka, yang telah diserang Revolusi, mengangkat senjata melawan republik. Dipimpin oleh para bangsawan lokal, para petani Vendee melakukan perang gerilya demi agama, royalisme, dan cara hidup tradisional mereka. Di pojok-pojok lain, para federalis memberontak di provinsi-provinsi, keberatan atas kekuasaan yang dipegangoleh pemerintah pusat di Paris. Republik tak mampu mengendalikan banyak bagian negeri.


Sewaktu republik sempoyongan karena beban serbuan asing, pemberontakan dalam negeri, dan krisis ekonomi, kepemimpinan revolusioner masih tumbuh lebih radikal. Pada Juni 1793, kaum Jacobin menggantikan kaum Girondin sebagai kelompok dominan dalam Konvensi Nasional. Kaum Jacobin meneruskan pekerjaan pembaruan. Pada 1793, suatu konstitusi baru mengungkapkan semangat kaum Jacobin untuk demokrasi politik. Kaum Jacobin memutuskan hukum maksimum, yang menetapkan harga-harga roti dan barang-barang pokok lainnya dan menaikkan upah.


Dalam menciptakan bangsa yang mengangkat senjata, kaum Jacobin menggembar-gemborkan kemunculan peperangan modern. Disaat usaha kaum Jacobin menguasai Konvensi Nasional pada Mei dan Juni 1794, Perancis menaklukan pasukan sekutu diperbatasan bagian utara yang sangat penting, dan pada akhir Juli, Perancis menjadi penguasa Belgium yang jaya. Sambil menempa suatu tentara revolusioner untuk menghadapi musuh-musuh luar, kaum Jacobin berperang melawan oposisi dalam negeri. Pribadi yang sangat penting di dalam perjuangan ini adalah Maximillien Robespierre (1758-1794), yang mempunyai keyakinan kuat pada kebenaran kepercayaan-kepercayaannya dan komitmen yang total terhadap demokrasi republiken.


Kepemimpinan kaum Jacobin, dengan Robespierre sebagai pemegang peran utama, menyerang orang-orang yang dianggap sebagai musuh republik : para Girondin yang menentang otoritas kaum Jacobin, para federalis yang menentang pemerintahan pusat yang kuat yang berasal dari Paris, para pendeta dan bangsawan kontrarevolusioner para petani pendukungnya dan para pencatut yang menimbun makanan. Kaum Jacobin bahkan berusaha mendisiplinkan para san-culatte yang bersemangat, yang telah memberi kekuasaan pada mereka. Takut kalau spontanitas para san-colatte akan menghancurkan otoritas pusat dan mendorong anarki, para Robespierris melakukan pembubaran serikat-serikat sans-culotte. Mereka juga menghukum mati para pemimpin sans-culotte yang dikenal sebagai sang enrages, yang mengancam pemberontakan terhadap pemerintahan kaum Jacobin dan mendorong pembaruan sosial yang lebih banyak lagi daripada yang akan diizinkan oleh kaum Jacobin. Para enrages ingin membatasi pendapatan dan ukuran lahan dan bisnis – kebijakan yang dianggap terlalu ekstrim oleh para pendukung Robispierre. Musuh-musuh Robispierre dalam Konvensi, merasakan dingin pisau guillotine (alat pemenggal kepala – pent ) di leher mereka, memerintahkan pertahanan Robespierre dan sejumlah pendukungnya. Pada 27 Juli 1794, Thermidor kesembilan menurut kalender republikan yang baru, Robespierre dipenggal. Setelah kejatuhan Robespierre, mesin republik Jacobin di bongkar. Kepemimpinan beralih ke tangan kaum borjuis pemilik – kekayaan yang telah mengesahkan ide-ide konstitusional 1789-1791, tahap moderat Revolusi. Kepemimpinan baru, dikenal sebagai Thermidorean hingga akhir 1795, tidak menginginkan lagi adanya serikat kaum Jacobin atau Robespierre. Mereka memandang Robespierre sebagai ancaman terhadap kekuasaan politik mereka karena ia akan mengizinkan orang biasa mempunyai suara yang sangat besar di dalam pemerintahan; mereka juga menganggapnya sebagai ancaman terhadap kekayaan mereka karena dia akan memperkenalkan pengaturan ekonomi negara untuk membantu kaum miskin.


Pada akhir 1795, pemerintahan republiken baru, disebut Discovery, dibebani oleh perang, kemerostan ekonomi, dan kerusuhan didalam negeri. Directori meremukan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh san-culotte ketika tekanan-tekanan militer dan dalam negeri memburuk, kekuasaan mulai beralih ke para jendral. Salah satu dari mereka ialah Napoleon Bonaparte, yang merebut kendali atas pemerintahan pada November 1799, mendorong revolusi ke tahap yang lain lagi.


Napoleon lahir pada 15 Agustus 1769, di Pulau Corsica, putra seorang bangsawan kecil. Setelah menamatkan sekolah militer di Perancis, ia menjadi perwira artileri. Napoleon memperlihatkan bakatnya yang mempesona dan kepemimpinan militer, yang memberinya reputasi yang cepat. Pada 1799, Napoleon memimpin Perancis di Mesir ketika ia memutuskan kembali ke Perancis dan membuat tawarannya untuk kekuasaannya. Dia membuat persekongkolan untuk menumbangkan directori dan menciptakan suatu jabatan eksekutif tiga konsult. Sebagai konsult pertama Napoleon memonopoli kekuasaan, pada 1802, dia diangkat sebagai konsult pertama untuk seumur hidup. Dan pada 2 Desember 1804 dalam suatu upacara dia memahkotai dirinya sendiri sebagai kaisar Perancis.


Napoleon tidak memilih demokrasi ataupun republikanisme, namun ia menganut tradisi despotisme abad ke 18 yang tercerahkan. Ia melakukan pembaruan, mengagumi keseragaman dan efisiensi administratif. Ia melihat dalam depotisme tercerahkan suatu alat untuk menjamin kestabilan politik dan memperkuat negara. Tetapi untuk menekan para penantangnya yang tidak mau berdamai terutama para pendukung kerajaan yang keras kepala dan kaum republikan. Ia menggunakan alat-alat polisi, agen-agen rahasia, penahanan sewenang-wenang, pengadilan cepat dan hukuman mati. Nopoleon membuat berita palsu dan membentuk opini publik. Dengan demikian ia adalah pendahulu diktator abad ke 20.(Perry,2012:21-32)



KRONOLOGI KARIER NAPOLEON

1796 : Napoleon menjadi panglima Tentara Perancis di Italia

10 November 1799 : Dia membantu menumbangkan kekuasaan Direktori, membangun suatu eksekutif yang kuat di Perancis

2 Desember 1804 : Dia memahkotai dirinya sendiri sebagai kaisar Perancis

21 Oktober 1805 : Pertempuran Trafalger – armada Perancis dan Spanyol dikalahkan oleh Inggris

Oktober 1806 : Napoleon mengalahkan Prusia di Jena, dan pasukan Perancis menduduki Berlin

1808 - 1813 : Perang Semananjung – orang Spanyol, dibantu Inggris, bertempur melawan pendudukan Perancis

Oktober - Desember 1812 : Tentara Agung mundur dari Rusia

Oktober 1813 : Pasukan Sekutu mengalahkan Napoleon di Leipzing

1814 : Paris direbut dan Napoleon dibuang ke Elba

20 Maret 1815 : Meloloskan diri, dia memasuki Paris dan memulai pemerintahan “seratus hari”

Juni 1815 : Dikalahkan di Waterloo, Napoleon dibuang ke St. Helena





napoleon 2.jpg

Napoleon Bonaparte.(wikipedia)




KESIMPULAN


Pecahnya Revolusi Perancis pada 1789 mengobarkan imajinasi orang Eropa. Baik pengikut maupun pengamat merasa bahwa mereka sedang hidup dalam suatu zaman yang sangat penting. Diatas reruntuhan tatanan lama yang didirikan berlandaskan hak istimewa depotisme, suatu era baru sedang terbentuk yang berjanji mewujudkan cita-cita Pencerahan.






DAFTAR RUJUKAN

Tocqueville,alexis de . 1978. Democracy,Revolution and Society. USA: University of chicago press.


Saidi, Z. 2007. Ilusi Demokrasi “kritik dan otokritik islam”. Jakarta: Republika


Suhelmi, A. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Sejarah Eropa ”Bahan Ajar Mahasiswa Jurusan Sejarah UM" . 2005. Universitas Negeri Malang.


Adisusilo, Sutarjo JR. 2005. Sejarah Pemikiran Barat “dari yang klasik sampai yang modern”. Yogyakarta: PT Grafindo Persada


Perry, M. 2012. Peradaban Barat “Dari Revolusi prancis Hingga Zaman Global”.


Wikipedia. 2014. Napoleon Bonaparte. (Online),( http://en.wikipedia.org/wiki/Napoleon), di akses 4 febuari 2015.


(online), (chaerolrizal.blogspot.com), di akses 4 februari 2015.



 
 
 

Comments


offering b 2014

  • Facebook B&W
  • Twitter B&W
  • Instagram B&W
bottom of page